Kehidupan Masyarakat |
Kondisi sosial budaya Lampung Barat ditandai dengan adat istiadat pesisir yang masih terpelihara hingga saat ini. Lampung Barat dikenal dengan sebutan Tanah Sai Betik atau tanah yang indah dengan tata kehidupan masyarakat dengan sistem Patrilinial, dimana harta pusaka, Gelar dan nama Suku diturunkan menurut garis Ayah/Bapak. Suku bangsa asli yang mendiami wilayah Kabupaten Lampung Barat berasal dari bekas Kerajaan Skala Brak yang banyak mendapat pengaruh Sumatera Barat. Masyarakat Kabupaten Lampung Barat tergabung dalam 6 (enam) Kebuayan, yaitu: 1. Buay Belunguh (Kenali) 2. Buay Pernong (Batu Brak) 3. Buay Bejalan Di Way (Kembahang) 4. Buay Nyerupa (Sukau) 5. Buay Bulan/Nerima (Lenggiring) 6. Buay Menyata/Anak Mentuha (Luas) Dari enam kebuayan tersebut di atas, hanya empat yang menjadi Raja (Paksi Pak) yang secara bersama-sama memerintah kerajaan Skala Brak, dan dua Buay yang tidak memerintah yaitu Buay Menyata/Anak Mentuha dan Buay Bulan/Nerima. Buay Menyata merupakan penghuni terdahulu Kerajaan Skala Brak. Oleh karena itu, keempat Paksi mengangkatnya sebagai Anak Mentuha atau yang dihormati, sedangkan Buay Nerima merupakan Nakbar/Mirul (anak perempuan yang diambil orang). Karena beberapa faktor, sebagian penduduk Skala Brak berpindah mencari daerah baru yang terbagi dalam dua arah yaitu melalui danau dan melalui pantai Pesisir. Penduduk yang mengambil jalan melalui Danau kebanyakan keturunan Paksi Pak, sedangkan penduduk yang melalui pesisir merupakan keturunan Buay Bulan/Nerima yang menyebar sepanjang pantai pesisir mulai dari Krui, Kota Agung, Teluk Betung, Kalianda sampai Labuhan Maringgai. Pada tahun 1996, melalui survey yang dilakukan oleh para Budayawan, dapat diungkapkan bahwa di wilayah pesisir Kabupaten Lampung Barat terdapat 16 masyarakat hukum adat yang disebut Marga. Hasil survey ini kemudian dituangkan dalam SK Gubernur Lampung No. G/362/B.II/HK/1996. Wilayah marga-marga di wilayah Pesisir memiliki batas yang cukup jelas antara satu marga dengan marga lainnya. Secara rinci nama marga, pusat/lamban gedung dan lokasi kecamatan disajikan pada Tabel 2.15. Masing-masing marga tersebut di atas dipimpin oleh seorang Saibatin (Kepala Marga). Pada zaman pendudukan Inggris, Belanda hingga Jepang, urusan administrasi dipegang oleh seorang Pesirah yang sebagian besar adalah Saibatin. Oleh karena itu, masyarakat Lampung Barat juga dikenal dengan masyarakat adat Saibatin (khususnya bagi keturunan Buai Paksi Pak) dengan tujuh tingkatan Gelar yaitu: Suntan, Raja, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas. Nama-nama Marga di Wilayah Pesisir di Kabupaten Lampung Barat No. Marga Pusat/Lamban Gedung Kecamatan 1. Belimbing Bandar Dalam Bengkunat 2. Bengkunat Sukamarga Bengkunat 3. Ngaras Negeri Ratu Ngaras Bengkunat 4. Ngambur Negeri Ratu Ngambur Pesisir Selatan 5. Tenumbang Negeri Ratu Tenumbang Pesisir Selatan 6. Way Napal Way Napal Pesisir Tengah 7. Pasar Krui Krui Pesisir Tengah 8. Ulu Krui Gunung Kemala Pesisir Tengah 9. Pedada (Penggawa V Ilir) Pedada Pesisir Tengah 10. Bandar (Penggawa V Tengah) Bandar Pesisir Tengah 11. Laay (Penggawa V Ulu) Laay Karya Penggawa 12. Way Sindi Way Sindi Karya Penggawa 13. Pulau Pisang Pulau Pisang Pesisir Utara 14. Pugung Tampak Pugung Tampak Pesisir Utara 15. Pugung Penengahan Pugung Penengahan Lemong 16. Pugung Malaya Malaya Lemong Sumber: SK Gubernur Lampung Nomor: G/362/B.II/HK/1996 Pada zaman Belanda, tanah adat diakui sebagai tanah marga dari 16 marga yang memiliki wewenang di sana. Batas Bochwessen (BW, kawasan hutan) dan tanah marga dihormati oleh Pemerintah Belanda maupun masya-rakat sekitarnya. Selain penduduk asli, di Kabupaten Lampung Barat, juga terdapat penduduk pendatang (Jawa, Bali, Semendo, dan lain-lain) yang hidup rukun berdampingan satu sama lain. Oleh karena itu, Lampung Barat mempunyai Motto “Beguai Jejama” yang artinya bekerja bersama bergotong royong tanpa memandang asal dan suku bangsa. |
0 komentar:
Posting Komentar